Rabu, 09 September 2009

Sekolah Alam Memahami kekurangan dan kelebihan seorang anak dengan cara berbeda.



Sistem pendidikan di Indonesia akhir-akhir ini sering menjadi perdebatan dalam masyarakat. Mulai dari peningkatan standar kelulusan yang mengakibatkan banyaknya siswa yang tidak lulus, kurikulum yang terus berganti sampai pada sumber daya manusia yang banyak menganggur. Hal ini membuat sistem pendidikan Indonesia perlu dikaji ulang. Mengapa siswa banyak yang tidak lulus? Mengapa banyak lulusan-lulusan sekolah yang tidak mampu menerapkan ilmu yang mereka pelajari? Dan banyak lagi pertanyaan lainnya. Adakah sistem pendidikan yang diterapkan saat ini salah?

Salah satu bentuk sistem pendidikan yang dapat dicoba untuk merubah keadaan miris dunia pendidikan Indonesia saat ini, dan mulai dikembangkan di Indonesia adalah pendidikan sekolah alam. Alam adalah sumber pengetahuan yang luas dan berlimpah. Beberapa penemu terkenal di dunia mampu menghasilkan karya-karya fenomenal lantaran memanfaatkan alam. Lihat saja Isaac Newton yang berhasil menemukan ide tentang teori gravitasi hanya karena duduk di bawah pohon apel yang buahnya terjatuh di dekatnya.

Sistem pendidikan sekolah ini berbeda dari sekolah formal umumnya. Kurikulum yang diterapkan di sekolah ini disusun oleh staff pengajar agar sesuai dengan kemampuan siswanya. Sistem pendidikan di sekolah ini memadukan teori dan penerapan atau praktek.


Sistem Pembelajaran Sekolah Alam
Menurut Bapak Pepen Supendi, Kepala Sekolah Alam Jakarta, pembelajaran di Sekolah Alam tidak per bab mata pelajaran. Tapi dengan metode tematik dengan cara Spider Web. Yakni siswa mampu mengaitkan pelajaran dengan secara nyata, dan juga dapat mengaitkan hubungan antar pelajaran yang mereka terima. “Jadi si anak tidak merasa bosan,” jelas Pepen.

Di Sekolah Alam, tidak hanya siswa yang belajar, guru pun belajar dari murid. Orang tua juga belajar dari guru dan murid. Anak-anak tidak hanya belajar di kelas, tetapi mereka belajar dari mana saja dan dari siapa saja. Selain belajar dari buku, anak-anak juga belajar dari alam sekelilingnya. Anak-anak bukan belajar untuk mengejar nilai, tetapi untuk bisa memanfaatkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan metode spider web ini, mereka belajar tidak hanya dengan mendengar penjelasan guru, tetapi juga dengan melihat, menyentuh, merasakan, dan mengikuti keseluruhan proses dari setiap pembelajaran. Di sini anak juga diarahkan untuk memahami potensi dasarnya sendiri. Setiap anak dihargai kelebihannya, dan dipahami kekurangannya. Dengan begitu, jika ada perbedaan pendapat antara guru dan murid bukanlah hal yang tabu.
“Setiap anak memiliki keunikan tersendiri, dan itu harus dihargai. Anak-anak jangan dibuat takut dengan sikap yang kaku,” ujar sang kepala sekolah.

Pepen menjelaskan bahwa, pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran ini bersifat integratif, komprehensif dan aplikatif, sekaligus juga memahami kemampuan dasar yang ingin ditumbuhkan kepada anak-anak. Sekolah Alam dituntut untuk memiliki kemampuan membangun jiwa keingintahuan, melakukan observasi, membuat hipotesa, serta kemampuan berfikir ilmiah para siswanya.

Kurikulum Sekolah Alam juga tetap bekerjasama dengan Departemen Pendidikan Nasional (Diknas), dan mengikuti kurikulum arahan Diknas. Namun, tetap dipilah-pilih, mana kurikulum yang sesuai dengan kurikulum Sekolah Alam. Sekolah ini juga sebenarnya sama dengan sekolah formal, terdapat rapor hasil belajar siswa, Evaluasi Hasil Bersama (EHB), dan ujian akhir. “Untuk ujian akhir, biasanya menumpang ke sekolah lain, karena sekolah alam ini tidak terdapat kursi dan meja, seperti sekolah formal lain. Jadi tidak bisa digunakan untuk tes ujian akhir,” ujar pria yang sudah 8 tahun mengabdi di sekolah alam ini.


Ruang Kelas Yang Natural dan Nyaman, serta Seragam Sekolah Yang Bebas
Begitu memasuki sekolah alam, jangan heran, karena Anda tidak akan menemukan bangunan permanen layaknya gedung sekolah pada umumnya. Sebagai gantinya, berbagai ruangan yang ada seperti ruang guru dan kepala sekolah hanya menempati rumah kayu yang dibangun berlantai dua. Tidak ada bangku atau meja di ruangan-ruangan tersebut.

Ruang kelasnya juga tak kalah natural, alih-alih belajar di ruang berdinding dan berkaca, para murid malah semakin menyatu dengan alam dalam saung kelas. “Sama dengan ruangan lain, di kelas juga tidak ada bangku dan meja. Semua serba lesehan, untuk keperluan menulis setiap anak memiliki meja lipat sendiri. Begitupun dengan ruang perpustakaannya, berbagai buku disusun dengan rapi di rak atau lemari kaca,” jelas Pepen.

Untuk seragam sekolah pun, siswa di beri kebebasan. Tidak ada seragam merah putih, atau batik dan lainnya. Disini seragam sekolah bebas tapi tetap sopan. Dan untuk sepatunya, anak-anak menggunakan sepatu boots. “Karena sekolah ini langsung berhubungan dengan alam, jadi anak-anak bermain dengan tanah, dan pasir. Bisa dibayangkan pasti akan kotor baju dan sepatunya. Maka disini di bebaskan,” jelas Pepen kembali.


Kegiatan Penunjang Pembelajaran Sekolah Alam

*Outbound; adalah kegiatan yang bertujuan untuk pembentukan sikap kepemimpinan siswa (kepercayaan diri, kerja sama tim, dan lain-lain).

*Berkebun dan Beternak; adalah kegiatan yang mengajarkan mencintai lingkungan. Kegiatan ini dijadikan sebagai media pembelajaran untuk materi pelajaran lain secara terpadu.

*Market day; adalah kegiatan yang merupakan ajang untuk berjualan di sekolah. Setiap siswa akan terlibat mulai dari perencanaan, promosi hingga penjualan produk mereka.
Outing; adalah kegiatan dengan mengunjungi tempat-tempat yang sesuai dengan tema pembelajaran siswa saat itu.

*Muhadhoroh dan Audiensi; adalah kegiatan satu pertunjukkan dari setiap kelas seperti drama, ensamble, puisi dan melatih apresiasi siswa terhadap hasil karya temannya.

*Ramadhan Camp dan I’tikaf; merupakan kegiatan yang bernuansa Ramadhan. Salah satu bentuk kegiatannya adalah buka puasa bersama dan menginap di sekolah. Bersama-sama mereka melakukan sholat tarawih, tilawah Qur’an, kajian Islam, qiyamul lail dan sahur.

*OTFA (Out Tracking Fun Adventure); adalah kegiatan evaluasi akhir dari keseluruhan kegiatan outbound bagi siswa SD. OTFA bisanya dilakukan diluar sekolah selama dua hari di akhir tahun ajaran. Bentuk kegiatannya berupa camping, outbound, dan tracking.

*Renang yang diikuti oleh seluruh siswa satu bulan sekali secara bergiliran tiap kelasnya.

Dalam sekolah alam, rasa keingintahuan anak dapat tersalurkan. Apapun yang mereka inginkan dapat mereka temukan di sekolah alam. Anak diberikan kebebasan untuk memuaskan keingintahuan mereka tanpa dihalangi oleh ruang kelas, pakaian, peraturan sekolah yang “mematikan” daya kreativitas maupun guru yang terlalu mengatur. Hal ini bisa mendorong siswa menemukan sesuatu yang penting dan berarti tentang mereka dan dunia yang mengelilinginya, dalam kegiatan belajar yang mereka jalani. (tha. Foto: Ahmad)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar